Senin, 30 November 2015

Sejarah Perkembangan IPSI dan Keanggotaan



MahesaMaharaja//Putrajagad//wng//2015



Ikatan Pencak Silat Indonesia adalah induk organisasi resmi pencak silat di Indonesia di bawah naungan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).



Lambang Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Pencak silat merupakan olahraga seni beladiri yang berasal dari bangsa Melayu, termasuk Indonesia. Jumlah perguruan pencak silat sangat banyak, berdasarkan catatan PB IPSI sampai dengan tahun 1993 telah mencapai 840 perguruan pencak silat di Indonesia. Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). IPSI didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, Jawa Tengah.

Upaya untuk mempersatukan pencak silat sebetulnya sudah dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1922 di Segalaherang, Subang, Jawa Barat, didirikan Perhimpunan Pencak Silat Indonesia untuk menggabungkan aliran pencak Jawa Barat yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Pada masa pendudukan Jepang, Presiden Soekarno pernah menjadi pelindungnya.
Upaya serupa juga diadakan di Yogyakarta. Pada tahun 1943, beberapa pendekar pencak silat, yaitu R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram, Mohamad Djoemali dari Taman Siswa, RM Harimurti dari Krisnamurti, Abdullah dari Pencak Kesehatan, R Soekirman dari Rukun Kasarasaning Badan, Alip Purwowarso dari Setia Hati Organisasi, Suwarno dari Setia Hati Terate, R Mangkupujono dari Persatuan Hati dan RM Sunardi Suryodiprojo dari Reti Ati, mendirikan organisasi yang bernama Gapema (Gabungan Pencak Mataram) untuk bersama-sama menggalang pencak silat yang tumbuh di Kesultanan Yogyakarta. Gapema ini merupakan sebuah batalyon yang seluruh anggotanya adalah pesilat dan turut berjuang dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada tahun 1947, di Yogyakarta juga berdiri satu organisasi bernama Gapensi (Gabungan Pentjak Seluruh Indonesia) yang bertujuan mempersatukan aliran pencak silat di seluruh Indonesia. Gapensi didirikan oleh Mohamad Djoemali dari Taman Siswa bersama beberapa tokoh pencak silat, yaitu RM Soebandiman Dirdjoatmodjo dari Perisai Diri, Ki Widji Hartani dari Prisai Sakti Mataram, R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram dan Widjaja.

Meskipun organisasi di Jawa Barat dan Yogyakarta ini bercita-cita nasional, keanggotaannya masih berskala lokal. Untuk itu PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia), yang kemudian berganti nama menjadi KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), mengadakan sebuah Konperensi Bagian Pentjak di Solo pada tanggal 2 Juni 1948.
Pertemuan tersebut sebelumnya telah diawali dengan rapat pembentukan Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia di Solo pada awal tahun 1947 yang diprakarsai oleh Mr Wongsonegoro, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Dari hasil rapat ini dibentuklah panitia IPSI (Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia) pada bulan Mei 1947 yang diketuai oleh Mr Wongsonegoro. IPSI bernaung di bawah Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Para pendiri IPSI pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta adalah :
  • Mr Wongsonegoro, Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
  • Soeratno Sastroamidjojo, Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
  • Marjoen Soedirohadiprodjo dari Setia Hati Organisasi
  • Dr Sahar dari Silat Sumatera
  • Soeria Atmadja dari Pencak Jawa Barat
  • Soeljohadikoesoemo dari Setia Hati Madiun
  • Rachmad Soeronegoro dari Setia Hati Madiun
  • Moenadji dari Setia Hati Solo
  • Roeslan dari Setia Hati Kediri
  • Roesdi Imam Soedjono dari Setia Hati Kediri
  • S Prodjosoemitro, Ketua PORI Bagian Pencak
  • Mohamad Djoemali dari Yogyakarta
  • Margono dari Setia Hati Yogyakarta
  • Soemali dari Persatuan Olahraga Republik Indonesia
  • Karnandi dari Kementerian Pembangunan dan Pemuda
  • Ali Marsaban dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan

Dengan didirikannya organisasi ini diharapkan bahwa pencak silat dapat digerakkan dan disebarluaskan sampai ke berbagai pelosok di tanah air sebagai suatu ekspresi kebudayaan nasional. Masyarakat juga mengharapkan bahwa pencak silat distandarisasi agar dapat diajarkan sebagai pendidikan jasmani di sekolah-sekolah dan dapat dipertandingkan dalam even-even olahraga nasional.

Sesuai dengan keinginan tersebut, langkah pertama yang diusahakan oleh IPSI adalah terbentuknya suatu sistem pencak silat nasional yang dapat diterima oleh seluruh perguruan pencak silat yang ada di tanah air. Untuk sementara waktu, diadopsikan sebagai standaard system pelajaran pencak silat dasar yang sudah disusun oleh RM S Prodjosoemitro dan diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah Solo dengan dukungan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Balai Kota Surakarta. Hasil dari usaha standarisasi awal pencak silat ini dipertunjukkan oleh kurang lebih 1.000 pesilat anak-anak dalam demonstrasi senam pencak silat massal pada Pembukaan PON I tanggal 8-12 September 1948 di Solo. Sejak PON I tersebut, pencak silat dilombakan sebagai demonstrasi dalam kategori solo dan ganda, baik tangan kosong maupun senjata.

Tidak semua aliran dan perguruan pencak silat sepakat mengenai perlunya organisasi nasional. Ada yang khawatir bahwa dengan penyusunan sistem pencak silat nasional maka persatuan aliran-aliran pencak silat tidak akan terlaksana, bahkan akan terdapat perpecahan karena tiap aliran atau perguruan pencak silat akan mengklaim dirinya yang terbaik. Pada awalnya Gapensi ikut menolak karena anggota panitia IPSI dianggap didominasi oleh anggota perguruan pencak silat Setia Hati. Selain itu, beberapa perguruan pencak silat di daerah Kauman, yang saat ini dikenal dengan nama Tapak Suci, ikut menolak karena Mr Wongsonegoro yang dijadikan Ketua IPSI dikenal sebagai salah seorang tokoh aliran kebatinan. Salah satu anggota Gapensi, yaitu Sukowinadi, kemudian mendirikan organisasi yang bernama Perpi (Persatuan Pencak Indonesia) yang menaungi perguruan pencak silat Benteng Mataram, Mustika, Bayu Manunggal, Bima Sakti dan Trisno Murti. Organisasi baru ini didukung oleh Phasadja Mataram dan Tapak Suci.

Persatuan dan kesatuan jajaran pencak silat di Indonesia masih belum benar-benar terwujud dengan adanya berbagai organisasi pencak silat tersendiri di luar IPSI seperti Gapensi, Perpi, Putra Betawi, dan lainnya. Ditambah lagi pada tahun 1950 ketika terjadi pergolakan pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh kelompok gerakan separatis DI/TII. Panglima Teritorium III, Kolonel RA Kosasih, dibantu oleh Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun, pada bulan Agustus 1957 mendirikan PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) di Bandung yang bertujuan menggalang kekuatan jajaran pencak silat untuk menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah bagian barat dan DI Yogyakarta. Sesuai dengan wilayah pembinaannya, yang masuk dalam PPSI adalah perguruan pencak silat aliran Pasundan.
Akibat dibentuknya PPSI menimbulkan dualisme pembinaan dan pengendalian pencak silat di Indonesia. Pendekar-pendekar Jawa Barat merasa bahwa kegiatan yang diprakarsai IPSI didominasi Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak mencapai Jawa Barat. Menurut pendekar Jawa Barat tetap diperlukan suatu organisasi khusus untuk mengayomi dan mengembangkan perguruan-perguruan pencak silat yang beraliran Jawa Barat. Pada tahun 1950-an IPSI dan PPSI bersaing berebut pengaruh di dunia persilatan dengan saling banyak mendirikan cabang di seluruh provinsi di Indonesia. PPSI berkembang di daerah Jawa Barat, Lampung dan Jawa Timur bagian timur.
Pada tanggal 21-23 Desember 1950 di Yogyakarta diadakan Kongres IPSI II yang memutuskan untuk mengukuhkan organisasi dan menyusun Pengurus Besar IPSI dimana Mr Wongsonegoro diangkat sebagai Ketua Umum, Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakil Ketua Umum dan Rachmad sebagai Penulis I. Gapensi dan Perpi ikut bergabung dengan IPSI. Tokoh-tokoh Gapensi dan Perpi menduduki jabatan penting dalam keorganisasian IPSI. RM Soebandiman Dirdjoatmodjo kemudian diangkat sebagai Kepala Seksi Pencak di Inspeksi Pendidikan Jasmani yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Jawa Timur.
Pada tahun 1952 dibentuk Lembaga Pencak Silat di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1953 aktivitas pencak silat dipindahkan dari Jawatan Pendidikan Masyarakat ke Jawatan Kebudayaan. Pada tahun tersebut juga diadakan Kongres IPSI III di Bandung. Demonstrasi pencak silat yang bersifat internasional dalam misi kebudayaan Indonesia dilakukan pada tahun 1955 di Praha, Leningrad, Budapest dan Kairo.

Sistem pencak silat nasional yang telah distandarisasi oleh IPSI ternyata belum dapat memenuhi harapan masyarakat, sehingga peralihan pencak silat dari sarana beladiri menjadi sejenis senam jasmani memakan waktu yang cukup lama. Tim ahli teknik IPSI yang terdiri dari pakar-pakar dari berbagai aliran dan perguruan pencak silat mempelajari ratusan kaidah dan gerak kemudian mencoba menyatukan mereka tanpa menghilangkan warna-warni yang khas. Mereka juga harus menyesuaikan sistem pelajaran tradisional pencak silat yang berpatokan kepada jurus (seri atau kumpulan gerakan) dengan prinsip olahraga modern.

Pada tahun 1960, PB IPSI membentuk Laboratorium Pencak Silat yang bertujuan untuk menyusun peraturan pertandingan pencak silat yang baku dan memenuhi kriteria suatu pertandingan olahraga yang dapat dipertandingkan di tingkat nasional. Anggota laborat tersebut terdiri dari Arnowo Adji HKP dari Perisai Diri, Januarno dan Imam Suyitno dari Setia Hati Terate, Mochamad Hadimulyo dibantu Dr Rachmadi Djoko Suwignjo dan Dr Mohamad Djoko Waspodo dari Nusantara.
Selain mengalami kesulitan teknis dalam mengembangkan metode dan sistematika olahraga yang dapat diterima oleh semua pihak, IPSI juga mendapat resistensi dari kalangan pendekar tradisional yang enggan menerima pemikiran-pemikiran baru karena tidak menginginkan reduksi pencak silat hanya kepada satu bentuknya, yaitu olahraga. Mereka khawatir bahwa aspek integral yang lain, khususnya aspek seni dan aspek spiritual, akan diabaikan dan tidak dapat dirasakan lagi sebagai unsur-unsur yang saling terkait dalam satu totalitas sosiokosmik.
Kesulitan juga datang dari luar dunia pencak silat, karena persaingan yang ketat dari beladiri impor. Antara tahun 1960 - 1966, pada waktu terjadi kemerosotan ekonomi dan politik negara yang turut berdampak terhadap IPSI, beladiri karate dari Jepang secara resmi masuk Indonesia dan dengan tangkasnya memasuki kalangan pelajar dan militer. Pada awalnya, karate dan judo dipraktekkan sebagai olahraga dan dipertandingkan di depan umum. Penerimaan yang positif terhadap beladiri asing, memaksa kalangan pencak silat untuk berpikir dan berbuat lebih baik dalam usaha mengembangkan pencak silat olahraga. Kehadiran karate di Indonesia merupakan cambuk yang benar-benar efektif untuk membangunkan kalangan pencak silat dari tidurnya.
Penggeseran konseptual akhirnya terjadi, meskipun beberapa pendekar pencak silat keberatan apabila makna pencak silat sebagai unsur kebudayaan dalam arti luas dipersempit agar aspek olahraga dapat diutamakan. Pada bulan Januari 1961 IPSI dipindahkan dari Jawatan Kebudayaan ke Jawatan Pendidikan Jasmani, kemudian pada tanggal 31 Desember 1967 IPSI turut aktif dalam mendirikan KONI. Jawatan Pendidikan Jasmani menyelenggarakan Seminar Pencak Silat Seluruh Indonesia yang membahas masalah penyusunan cara pertandingan pencak silat nasional. Kemudian dilakukan uji coba pertandingan bebas full body contact di Solo dan Madiun. Pada tahun yang sama berlangsung PON V di Bandung yang juga mempertandingkan pencak silat.
Pada tahun 1970-an muncul kerangka konseptual dimana induk-induk olahraga beladiri dianggap sebagai alat pertahanan nasional. Sebagai akibatnya cabang-cabang ilmu beladiri mulai ditempatkan di bawah pimpinan tokoh-tokoh militer. Pada Kongres IPSI IV tahun 1973 di Jakarta, Ketua Umum PB IPSI Mr Wongsonegoro yang saat itu usianya sudah sangat tua diganti oleh Brigjen TNI Tjokropranolo, Gubernur DKI Jakarta. Pada tanggal 20-24 Nopember 1973 diadakan Seminar Pencak Silat III di Bogor, nama Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia diubah menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia.

Beliau dengan dibantu oleh beberapa perguruan pencak silat melakukan pendekatan kepada pimpinan PPSI yang akhirnya dalam keputusan Kongres IPSI IV ini PPSI bergabung ke dalam IPSI walaupun masih ada beberapa anggotanya yang tetap bertahan. Kebetulan ketiga pimpinan PPSI satu corps dengan beliau di Corps Polisi Militer. Perguruan-perguruan tersebut dianggap telah berhasil mempersatukan kembali seluruh jajaran pencak silat ke dalam organisasi IPSI.
Pada masa kepemimpinan Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya, perguruan-perguruan yang ikut aktif dalam memperjuangkan keutuhan IPSI tersebut diberi istilah Perguruan Historis dan dijadikan Anggota Khusus IPSI. Mereka dipandang mempengaruhi sejarah dan perkembangan IPSI serta pencak silat pada umumnya antara tahun 1948 dan 1973 dengan memberikan kontribusi kepada kesatuan pemikiran dalam pembentukan organisasi nasional tunggal pencak silat Indonesia yang diberi nama IPSI, kesatuan tekad untuk mempertahankan IPSI sebagai satu-satunya organisasi nasional pencak silat di Indonesia, kesatuan dukungan untuk menjadikan IPSI sebagai anggota KONI dan kesatuan dukungan untuk memasukkan pencak silat dalam PON sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan. Sepuluh Perguruan Historis tersebut adalah :
  • Persaudaraan Setia Hati
  • Persaudaraan Setia Hati Terate
  • Kelatnas Indonesia Perisai Diri
  • PSN Perisai Putih
  • Tapak Suci Putera Muhammadiyah
  • Phasadja Mataram
  • Perpi Harimurti
  • Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
  • PPS Putra Betawi
  • KPS Nusantara
 Keputusan Kongres IPSI IV ini juga mengesahkan peraturan pertandingan pencak silat untuk dipergunakan dalam PON VIII tahun 1973 di Jakarta. Pada PON itu cabang pencak silat diikuti oleh 15 daerah dengan 106 atlet putra dan 22 atlet putri. Pada tanggal 27 April sampai 1 Mei 1975 dilangsungkan Kejuaraan Nasional Pencak Silat I di Semarang yang diikuti oleh 18 provinsi. Pada Munas IPSI tahun 2003, Ketua Umum PB IPSI yang dijabat oleh Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya digantikan oleh Letjen TNI Prabowo Subianto.

Sejarah 10 Pengurus Organisasi IPSI

1. Persaudaraan Setia Hati


Hasil gambar untuk lambang persaudaraan setia hati  Hasil gambar untuk lambang persaudaraan setia hati

Deklarasi Organisasi “SH” pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang baru sebatas wacana atau harapan apa yang ada dibenaknya saudara tua ialah Moenandar Hardjowijoto yang di setujui oleh beberapa Kadhang lainnya diantaranya Bapak Marijoen, Masnadi, Abd Ghani dan lain-lain dengan maksud organisasi ini dapat mengkordinir murid-murid Ki Ngabei Soerodiwirjo di luar kediaman Eyang Soero dan juga mengangkat keilmuan Pencak SH jasmani-rohani yang beliau sudah ramu sedemikian rupa (gerak rohani).sebelum tahun 1972 belum ada istilah ketua umum mereka lebih suka disebut dewan kerokhanian.
Pada tahun 1934 Pak Moen tidak dapat melanjutkan aktifitas di organisasi yang kemudian diserahkan oleh kadhang lain yaitu Bapak Marijoen Soediroprosodjo dan pada tahun 1936 Pak Marijoen sempat menulis atau mengetik memurnikan kemurnian 36 jurus SH sewaktu pertemuannya dengan Eyang Soero di Semarang yang dijadikan dalam leaders conference di Magelang/Keresidenan Kedu.
Pada tahun 1938 Pak Marijoen digantikan oleh Bapak Alip, di era 1938 ini justru organisasi mengalami vakum dikarenakan sedang gencar-gencarnya gaung revolusi kemerdekaan hingga akhirnya Pak Moen aktif kembali dan semua kadhang menyerahkan organisasi untuk ditindak lanjuti pada tahun 1954 di magelang dari sinilah mulai dibuat konsep-konsep organisasi seperti tata cara atau aturan-aturan organisasi, motto organisasi, yang dikemudian hari dapat dibukukan.
Pada tahun 1962 buku sejarah perjalanan Ki Ngabei Soerodiwirjo hingga wafat ditulis dikarenakan belum dibukukan tapi sudah beredar dikalangan sendiri sehingga bapak Kol cepat-cepat membukukanya pada tahun 1963 dengan judul: Buku “Peringatan Persaudaraan SETIA HATI”, dan sampailah pada tanggal 22 Mei 1972 semua literatur sudah dibukukan 70% disini pula Pak Moen ber-deklarasi bahwa kata “O” tidak dicantumkan dalam kata “SH” dan semua lapisan masyarakat atau golongan dapat belajar mempelajari “Pencak SH” yang terdapat didalam Persaudaraan SETIA HATI(SH)dan meniadakan trap-trapan(Este-trap, Twerde-trap dan Derde-trap) hanya sekali kecer semua diberikan apa itu keilmuan Setia Hati yang dicetuskan oleh Bapak SH! Ki Ngabei Soerodiwirjo, menyusul penyelesaian buku ke-SH-an/kerokhanian SAPTA WASITA TAMA yang dibukukan pada tahun 1972 Tuntunan I dan II, 1973 Tuntunan III, IV dan V dilanjut tahun 1975 Tuntunan VI dan VII selesai berkat rewelnya Pak Moen meminta untuk menyelesaikan semua berkas-berkas wacana ber-Organisasi.

2. Persaudaraan Setia Hati Terate


SEJARAH PSHT

SELAMA MATAHARI MASIH TERBIT DARI TIMUR, SELAMA BUMI MASIH DIHUNI MANUSIA SELAMA ITU PULA PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE AKAN TETAP JAYA ABADI SELAMANYA
“KI HADJAR HARDJO OETOMO” Pendiri Persaudaraan Setia Hati Terate.
Sejarah Persaudaraan Setia Hati
Pada tahun 1903, bertempat di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya, Ki Ngabeni Surodiwirjo membentuk persaudaraan yang anggota keluarganya disebut “Sedulur Tunggal Ketjer”, sedangkan permainan pencak silatnya disebut “Djojo Gendilo”
Tahun 1912, Ki Ngabeni Surodiwirjo berhenti bekerja karrena merasa kecewa disebabkan seringkali atasannya tidak menepati janji. Selain itu suasana mulai tidak menyenangkan karena pemeintah Hindia Belanda menaruh curiga; mengingat beliau pernah melempar seorang pelaut Belanda ke sungai dan beliau telah membentuk perkumpulan pencak silat sebagai alat pembela diri, ditambah pula beliau adalah seorang pemberani, Pemerintah Hindia Belanda mulai kwatir, beliau akan mampu membentuk kekuatan bangsa Indonesia dan menentang mereka. Setelah keluar dari pekerjaannya, beliau pergi ke Tegal.
Tahun 1914, Ki Ngabehi Surodiwirjo kembali ke Surabaya dan bekerja di Djawatan Kereta Api Kalimas, dan tahun 1915 pindah ke bengkel Kereta Api Madiun. Disini beliau mengaktifkan lagi Persaudaraan yang telah dibentuk di Surabaya, yaitu “Sedulur Tunggal Ketjer”, hanya pencak silatnya sekarang disebut “Djojo Gendilo Tjipto Muljo”. Sedangkan pada tahun 1917, nama – nama tersebut disesuaikan denngan keadaan zaman diganti menjadi nama “Perssaudaan Setia Hati”
Ki Hadjar Hardjo Oetomo
Salah satu murud Ki Ngabehi Surodiwirjo yang militan dan cukup tangguh, yaitu Ki Hadjar Hardjo Oetomo mempunyai pendapat perlunya suatu organisasi untuk mengatur dan menertibkan personil maupun materi pelajaran Setia Hati, untuk itu beliau meohon doa restu kepada Ki Ngabehi Surodiwirjo. Ki Ngabehi Surodiwirjo memberi doa restu atas maksud tersebut., karena menurut pendapat beliau hal – hal seperti itu adalah tugas dan kewajiban anak muridnya, sedangkan tugas beliau hanyalah “menurunkan ilmu SH”. Selain itu Ki Ngabehi Surodiwirjo berpesan kepada Ki Hadjar Hardjo Oetomo agar jangan memakai nama SH dahulu.
Setelah mendapat ijin dari Ki Ngabehi Surodiwirjo, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1922 mengembangkan ilmu SH dengan nama Pencak Silat Club (P. S. C).
Karena Ki hadjar Hardjo Oetomo adalah orang SH, dan ilmu yang diajarkan adalah ilmu SH, maka lama – kelamaan beliau merasa kurang sreg mengembangkan ilmu SH dengan memakai nama lain, bukan nama SH. Kembali beliau menghadap Ki Ngabehi Surodiwirjo menyampaikan uneg – unegnya tersebut dan sekalian mohon untuk diperkenankan memakai nama SH dalam perguruannya. Oleh Ki Ngabehi Surodiwirjo maksud beliau direstui, dengan pesan jangan memakai nama SH saja, agar ada bedanya. Maka Pencak Silat Club oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo diganti dengan nama “SETIA HATI MUDA” (S. H. M).
Peranan Ki Hadjar Hardjo Oetomo Sebagai Perintis Kemerdekaan
Ki Hadjar Hardjo Oetomo mengembangkan ilmu SH di beberapa perguruan yang ada pada waktu antara lain perguruan Taman Siswo, Perguruan Boedi Oetomo dan lain – lain. Dalam mengajarkan ilmu SH beliau diantaranya adalah menamakan suatu sikap hidup, ialah “kita tidak mau menindas orang lain dan tidak mau ditindas oleh orang lain”. Walaupun pada waktu itu setiap mengadakan latihan tidak bisa berjalan lancar, karena apabila ada patroli Belanda lewat mereka segera bersembunyi; tetapi dengan dasar sikap hidup tersebut murid – murid beliau akhirnya menjadi pendekar – pendekar bangsa yang gagah berani dan menentang penjajah kolonialisme Belanda. Dibandingkan keadaan latihan masa lalu yang berbeda dengan keadaan latihan saat ini, seharusnya murid – murid SH lebih baik mutu dan segalanya dari pada murid – murid SH yang lalu. Melihat sepak terjang murid – murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang dipandang cukup membahayakan, maka Belanda segera menangkap Ki Hadjar Hardjo Oetomo bersama beberapa orang muridnya, dan selanjutnya dibuang ke Digul. Pembuangan Ki Hadjar Hadjo Oetomo ke Digul berlangsung sampai dua kali, karena tidak jera – jeranya beliau mengobarkan semangat perlawanan menentang penjajah.
Selain membuang Ki Hadjar hardjo Oetomo ke Digul, Pemerintah Hindia Belanda yang terkenal dengan caranya yang licik telah berusaha memolitisir SH Muda dengan menjuluki SHM bukan SH Muda, melainkan SH Merah; Merah disini maksudnya adalah Komunis. Dengan demikian pemerintah Belanda berusaha menyudutkan SH dengan harapan SH ditakuti dan dibenci oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Menanggapi sikap penjajah Belanda yang memolitisir nama SH Muda dengan nama SH Merah, maka Ki Hadjar Hardjo Oetomo segera merubah nama SH Muda menjadi “Persaudaan Setia Hati Terate” hingga sampai sekarang ini.
Melihat jasa – jasa Ki Hadjar Hardjo Oetomo tersebut, maka pemerintah Indonesia mengakui beliau sebagai “Pahlawan Perintis Kemerdekaan” , dan memberikan uang pensiun setiap bulan sebesar Rp. 50.000,00 yang diterimakan kepada isteri beliau semasa masih hidup.
Setelah meninggal dunia, beliau dimakamkan di makam “Pilangbango”, yang terlatak di sebelah Timur Kotamadya Madiun, dari Terminal Madiun menuju ke arah Timur. Beliau mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu seorang putri yang diperisteri oleh bapak Gunawan, dan Seorang putra yang bernama bapak “Harsono” sekarang berkediaman di jalan Pemuda no. 17 Surabaya. Ibu Hardjo Oetomo meninggal pada bulan September 1986 di tempat kediamannya, di desa Pilangbango Madiun.
Rumah beliau, oleh Bapak Harsono dihibahkan kepada Persaudaraan Setia Hati Terate pada akhir tahun 1987 dengan harga Rp. 12,5 juta. Rencana Pengurus Pusat, bekas rumah kediaman pendiri Persaudaraan SH Terate tersebut akan dipugar menjadi “Museum SH Terate” agar generasi penerus bisa menyaksikan peninggalan pendahulu – pendahulu kita sejak berdiri sampai dengan perkembangannya saat ini.

3. Kelatnas Indonesia Perisai Diri



Hasil gambar untuk lambang kelatnas perisai diri
Pak Dirdjo (panggilan akrab RM Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan Keraton Paku Alam. Dia adalah putra pertama dari RM Pakoe Soedirdjo, buyut dari Paku Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada di lingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan daerah Paku Alaman. Di samping pencak silat beliau juga belajar menari di Istana Paku Alam sehingga berteman dengan Wasi dan Bagong Kusudiardjo.
Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya ini, merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan istana Paku Alaman itu. Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah pendidikan guru, beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki.
Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur. Di sana beliau belajar silat pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, ia kembali ke barat. Sampai di Solo beliau belajar silat pada Sayid Sahab. Ia juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Dia masih belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang, di sini beliau belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas dengan apa yang telah beliau miliki. Dari sana beliau menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini ia belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu ia juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.
Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat ia tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Ia yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Ia pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan dan membuka perguruan silat dengan nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih, ia bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie melalui Hoo Tik Tjay alias Suthur. Menurut catatan sejarah, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia meneruskan perguruan kungfu Garuda Emas.
Pak Dirdjo yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai cobaan dan gemblengan ia jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari Yap Kie San. Murid Yap Kie San yang sanggup bertahan hanya enam orang, di antaranya ada dua orang yang bukan orang Tionghoa, yaitu Pak Dirdjo dan R Brotosoetarjo yang di kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Yap Kie San, Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas merantau, ia kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (Bapak Pendidikan) yang masih Pakde-nya, meminta Pak Dirdjo mengajar silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester di Pabrik Gula Plered.
Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak Silat, yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk mengembangkan pencak silat, Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk umum. Beliau juga diminta untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya. Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu di antaranya adalah Ir Dalmono, Prof Dr Suyono Hadi dan RM Bambang Moediono Probokusumo yang di lingkungan keluarga silat Perisai Diri akrab dipanggil Mas Wuk.
Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Urusan Pencak Silat. Murid-muridnya di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM maupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Ir Dalmono.
Tahun 1955 ia resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama, yakni mengembangkan dan menyebarluaskan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo membuka kursus silat yang diadakan di Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam Ramelan, ia mendirikan kursus silat PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.
Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eko Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke silat Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera", silat Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Pada tahun 1969, murid Pak Dirdjo, Dr Suparjono, SH, MSi, menjadi staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari AD/ART organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama Bambang Moediono Probokusumo, Totok Sumantoro, Mondo Satrio dan anggota Dewan Pendekar lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap organisasi silat Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI yang disingkat Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan juga mengenai pakaian seragam silat Perisai Diri yang baku, yang mana sebelumnya berwarna hitam dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang berubah beberapa kali hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dibuat dari hasil usulan beberapa murid Pak Dirdjo, yaitu usulan gambar dari Suparjono, Both Sudargo dan Bambang Priyokuncoro, yang kemudian usulan dari Suparjono yang terpilih, kemudian disempurnakan dan dilengkapi oleh Pak Dirdjo.

Pada tahun 1982, Pak Dirdjo mengangkat 23 orang muridnya menjadi Pendekar. Para Pendekar yang diangkat langsung oleh Pak Dirdjo ini disebut Pendekar Historis. Pendekar Historis yang berjumlah 23 orang tersebut adalah :
  1. Mat Kusen, dari Surabaya.
  2. Dr Suparjono, SH, MSi, dari Surabaya.
  3. Drs Noerhasdijanto, SH, dari Surabaya.
  4. Hari Soejanto, dari Surabaya.
  5. FX Supi'i, dari Surabaya.
  6. Ir Nanang Soemindarto, dari Surabaya.
  7. Prof Dr dr Hari K Lasmono, MS, dari Surabaya.
  8. Drs Siaman, dari Surabaya.
  9. Prof Dr M Hidajat, SPOT, dari Surabaya.
  10. Drs I Made Suwetja, MBA, dari Denpasar.
  11. Arnowo Adji, dari Tangerang.
  12. Yahya Buari, dari Lamongan.
  13. Bambang Soekotjo Maxnoll, dari Cimahi.
  14. Tonny S Kohartono, dari Surabaya.
  15. Mondo Satrio Hadi Prakoso, dari Surabaya.
  16. Koesnadi, dari Surabaya.
  17. Letkol Soegiarto Mertoprawiro, dari Serang.
  18. Totok Soemantoro, BSc, dari Klaten.
  19. Moeljono, dari Nganjuk.
  20. Wardjiono, dari Jakarta.
  21. Gunawan Parikesit, dari Semarang.
  22. I Gusti Ngurah Dilla, dari Surabaya.
  23. Ruddy J Kapojos, dari Surabaya.
Tanggal 9 Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang Pencipta. Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Dengan di bawah koordinasi Dr Ir Dwi Soetjipto, MM, sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat, saat ini Kelatnas Indonesia Perisai Diri memiliki cabang hampir di setiap provinsi di Indonesia serta memiliki komisariat di 10 negara lain. Untuk menghargai jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama bagi RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Di Australia, Kelatnas Indonesia Perisai Diri mulai dikembangkan di Brisbane pada tahun 1979 oleh Dadan Muharam, seorang pelatih silat Perisai Diri dari Bandung. Kelatnas Indonesia Perisai Diri berkembang pesat di Australia dengan cabang di berbagai daerah, di antaranya yaitu di Tarragindi, Kuraby, Logan, Ashmore, Burleigh Heads, Springbrook, Maleny, Nambour, Noosaville, Yandina, Gympie, Townsville, Coffs Harbour, Newcastle, Moruya Heads, Melbourne, Adelaide, Perth, dsb.
Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dikembangkan di Belanda oleh Ronny Tjong A-Hung sejak tahun 1979. Saat ini Kelatnas Indonesia Perisai Diri di Belanda telah berkembang dengan tempat latihan di Amsterdam, Hilversum, Maarssen, Nieuwegein, Utrecht, dsb.
Pada tahun 1983, salah satu pelatih silat Perisai Diri yaitu Otto Soeharjono MS pindah tugas ke London, Inggris. Beliau mendirikan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Inggris Raya dan menjadi pelopor PSF UK (Pencak Silat Federation of United Kingdom).
Both Sudargo, salah satu pendekar silat Perisai Diri yang pernah menjabat sebagai Pengurus Bidang Pembinaan Pencak Silat Olahraga PB IPSI, pada tahun 1996 ditugaskan oleh pemerintah sebagai Atase Perhubungan di Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang. Di negeri yang dikenal sebagai pusat beladiri dunia ini, beliau berhasil mengembangkan pencak silat dengan mendirikan JAPSA (Japan Pencak Silat Association). Dengan dibantu oleh Soesilo Soedarmadji, beliau mengembangkan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Jepang.

 4. PSN Perisai Putih

Perguruan Silat Nasional Perisai Putih didirikan oleh Guru Besar R. Ahmad Boestami Barasoebrata beliau dilahirkan di Bangselok -Sumenep Madura tepatnya pada hari senin, 4 Desember 1939.Beliau adalah putra ke tiga dari sembilan bersaudara.

Beliau mempelajari Ilmu Pencak Silat dari Kakeknya yang bernama Kyai Agus Salim atau dikenal dengan sebutan Ki Lamet selain itu beliau membelajari ilmu silat dengan para pendekar silat di seluruh wilayah Nusantara.

Kemudian beliau melatih para pemuda dan kerabat terdekatnya beserta para simpatisan, yang akhirnya menjadikan murid - murid beliau semakin banyak jumlahnya.

Maka tercetuslah ide oleh beliau untuk mendirikan sebuah perkumpulan Silat yang diberi nama YIUSIKA kepanjangan dari Yuiyitsu Silat Karate atau dikenal dengan Sekolah Beladiri Tanpa Senjata. berkat batuan Kapten Soeparman secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1967 yang berkedudukan di Surabaya.

Pada Kongres IPSI ke IV tahun 1973 YIUSIKA di daftarkan sebagai anggota IPSI namun ditolak dengan alasan tidak termasuk beladiri asli bangsa Indonesia karena nama yang digunakan nama beladiri asing, berkat bantuan bapak William Maramis dengan Idenya menambahkan nama Perisai Putih .

(YIUSIKA Perisai Putih). Akhirnya oleh IPSI ditetapkan secara resmi sebagai 10 Perguruan Historis melalui keputusan kongses IPSI ke IV pada tahun 1973.

Lambang Perguruan dibuat oleh murid beliu yang bernama FX. Siswadi. Pada Mukernas pertama di Surabaya terdapat Perubahan Lambang perguruan yang bertuliskan Beladiri IPSI Perisai Putih menjadi Perguruan Silat Nasional Perisai Putih yang dikenal dengan nama PSN Perisai Putih pada tanggal 10 Oktober 1987. Tidak lama kemudian beliau wafat pada tanggal 27 Desember 1987 dalam usia 48 tahun dan dimakamkan dikota Surabaya.

Dalam mempelajari ilmu pencak silat para pesilat harus memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Tiada kekuatan yang luar biasa yang lebih tinggi dari pada kekuatan Allah.

DKI Jakarta

Perkembangan PSN Perisai Putih di DKI Jakarta pada tahun 1971 tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1971, seorang Pendekar Silat dari Surabaya bernama S.Himantoro dibantu oleh Joni Heru Riono mendirikan tempat latihan diwilayah Jakarta Utara dibawah pimpinan Drs. Soetedjo, kemudian beliau mengembangkan kewilayah Jakarta Timur mendirikan tempat latihan di Mess Statistik dibawah pimpinan Daeng Husin Umar.

Dilanjutkan pengembangan tempat latihan kewilayah Jakarta Selatan dibawah pimpinan Soediono yang selanjutnya mengembangkan perguruan kewilayah Jakarta Pusat dengan dibantu oleh Drs. Hadi Mahmud, kemudian organisasi dibawah pimpinan Hadi Prayitno.

Untuk Wilayah Jakarta Barat pengembangan PSN Perisai Putih didirikan tempat latihan di Jelambar dibawah pimpinan Maxi .Dengan ketekunan beliau mendidik kader - kader pelatih dari tiap - tiap wilayah latihan. Beliau Wafat karena sakit. Selanjutnya Perkembangan Perguruan dilanjutkan murid - murid beliau yang tergabung dalam wadah Dewan Pendekar Daerah.

 

5.  Tapak Suci Putera Muhammadiyah


sejarah tapak suci
lambang tapak suci

Tahun 1872, di Banjarnegara lahir seorang putera dari KH.Syuhada, yang kemudian diberi nama Ibrahim. Ibrahim kecil memiliki karakter yang berani dan tangguh sehingga disegani oleh kawan-kawannya. Ibrahim belajar pencak dan kelak menginjak usia remaja telah menunjukkan ketangkasan pencak silat. Setelah menjadi buronan Belanda, Ibrahim berkelana hingga sampai ke Betawi, dan selanjutnya ke Tanah suci. Sekembalinya dari Tanah Suci, menikah dengan puteri KH.Ali. Ibrahim kemudian mendirikan Pondok Pesantren Binorong di Banjarnegara. Sepulang dari ibadah haji, Ibrahim masih menjadi buronan Belanda, sehingga kemudian berganti nama menjadi KH.Busyro Syuhada. Pondok Pesantren Binorong, berkembang pesat, di antara santri-santrinya antara lain : Achyat adik misan Ibrahim, M. Yasin adik kandung dan Sudirman, yang kelak menjadi Panglima Besar.
Tahun 1921 dalam konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, KH. Busyro bertemu pertama kali dengan dua kakak beradik ; A.Dimyati dan M.Wahib. Diawali dengan adu kaweruh antara M.Wahib dengan Achyat (kelak berganti nama menjadi H. Burhan), selanjutnya kedua kakak beradik ini mengangkat KH. Busyro sebagai Guru.
KH. Busyro Syuhada kemudian pindah dan menetap di Yogyakarta sehingga aliran Pencak Silat Banjaran, yang pada awalnya dikembangkan melalui Pondok Pesantren Binorong kemudian dikembangkan di Kauman, Yogyakarta. Atas restu Pendekar Besar KH. Busyro, A. Dimyati dan M.Wahib diizinkan untuk membuka perguruan dan menerima murid. Tahun 1925 dibukalah Perguruan Pencak Silat di Kauman, terkenal dengan nama Cikauman. Perguruan Cikauman, dipimpin langsung oleh Pendekar Besar M. Wahib dan Pendekar Besar A. Dimyati.
Tersebutlah M. Syamsuddin, murid Cikauman yang dinyatakan berhasil dan lulus, diizinkan untuk menerima murid dan mendirikan Perguruan Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan seorang Pendekar Muda M. Zahid yang mempunyai seorang murid andalan bernama Moh. Barrie Irsyad.
Pendekar Moh. Barrie Irsyad, sebagai murid angkatan ke-6 yang telah dinyatakan lulus dalam menjalani penggemblengan oleh Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati. Kemudian mendirikan Perguruan KASEGU. Kasegu, merupakan senjata khas yang berlafal Muhammad yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barrie Irsyad.
Pada awalnya K.H.Busyro Syuhada mempunyai 3 murid, yaitu :
  1. Achyat ( adik misan ), yang kemudian dikenal dengan K.H. Burhan
  2. M.Yasin ( adik kandung ), yang dikenal dengan K.H. Abu Amar Syuhada
  3. Soedirman, yang dikemudian hari mencapai pangkat Jenderal dan pendiri Tentara 
Nasional Indonesia, bahkan bergelar Panglima Besar Soedirman.
Pada tahun 1921 di Yogyakarta, bertemulah K.H. Busyro Syuhada dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib. Dalam kesempatan itu mereka adu ilmu pencak antara M. Wahib dan M. Burhan. Kemudian A. Dirnyati dan M. Wahib dengan pengakuan yang tulus  mengangkat K.H. Busyro Syuhada sebagai guru dan mewarisi ilmu pencak dari K.H. Busyro Syuhada yang kemudian menetap di Kauman. Menelusuri jejak gurunya, Ahmad Dimyati mengembara ke barat sedang M. Wahib mengembara ketimur sampai ke Madura untuk menjalani adu kaweruh ( uji ilmu ). Pewaris ilmu banjaran, mewarisi juga sifat-sifat gurunya M. Wahib sebagaimana K.H. Busyro Syuhada, bersifat keras, tidak kenal kompromi, suka adu kaweruh. Untuk itu sangat menonjol nama M. Wahib dari pada  A. Dimyati. Sedang A. Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari pada adiknya M. Wahib tetapi karena pendiam dan tertutup maka tidak banyak kejadian-kejadian yang dialami. Sebagaimana M. Burhan yang mempunyai sifat dan pembawaan sama dengan A. Dimyati.
K. H. Busyro Syuhada pernah menjadi guru pencak untuk kalangan bangsawan dan keluarga Kraton Yogyakarta. Salah satu diantara muridnya adalah R.M. Harimurti, seorang pangeran kraton, yang dikemudian hari beberapa muridnya mendirikan perguruan–perguruan pencak silat yang beraliran Harimurti.
Kauman, Seranoman dan Kasegu (Tiga Perguruan Pendiri Tapak Suci)
Pendekar Besar KH Busyro Syuhada memberi wewenang kepada pendekar binaannya, A. Dimyati dan M. Wahib untuk membuka perguruan dan menerima murid. Perguruan baru yang didirikan pada tahun 1925 itu diberi nama Perguruan “Kauman”, yang beraliranBanjaran.
Perguruan Kauman mempunyai peraturan bahwa murid yang telah selesai menjalani pendidkan dan mampu mengembangkan ilmu pencak silat diberikan kuasa untuk menerima murid.
M. Syamsuddin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M..Wahib diangkat sebagai pembantu utama; dan dizinkan menerima murid. Kemudian mendirikan perguruan ”Seranoman”.  Perguruan Kauman menetapkan menerima siswa baru, setelah siswa tadi lulus menjadi murid di Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di perguruan Kauman. Moh. Zahid yang menjadi murid angkatan ketiga (3) bahkan berhasil pula mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan; kegesitan, dan ketajaman gerak. Tetapi murid ketiga ini pada tahun 1948, wafat pada usia yang masih sangat muda. Tidak sempat mendirikan perguruan baru tetapi berhasil melahirkan murid, Moh. Barie lrsjad.
Pendekar Besar KH Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Pendekar Besar KH Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira Jepang, Makino, pada tahun 1943 yang mengadu ilmu beladirinya dengan pencak silat andalannya. Makino mengakui kekurangannya dan menyatakan menjadi murid Perguruan Kauman sekaligus menyatakan masuk Islam kemudian berganti nama menjadi Omar Makino. Pada tahun 1948 Pendekar Besar KH Burhan gugur bersama dengan 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kehilangan besar pesilatnya menjadikan perguruan Kauman untuk beberapa sa’at berhenti kegiatannya dan tidak menampakkan akan muncul lagi Pendekar. Moh. Barie lrsjad sebagai murid angkatan keenam (6) yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya mendirikan perguruan “Kasegu”
Kalau perguruan-perguruan sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya. Perguruan Kasegu diberikan nama sesuai dengan senjata yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barie Irsjad.
Berdirinya Tapak Suci
Mohammad  Barie lrsyad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran Banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali ke wadah tunggal.
Pendekar Besar Mohammad  Wahib merestui berdirinya satu Perguruan yang menyatukan seluruh perguruan di Kauman. Restu diberikan dengan pengertian Perguruan nanti adalah kelanjutan dari Perguruan Kauman yang didirikan pada tahun 1925 yang berkedudukan di Kauman.
Pendekar Mohammad Wahib mengutus 3 orang muridnya. dan M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya untuk bergabung. Maka Pendekar Mohammad  Barie Irsjad bersama sembilan anak murid menyiapkan segala sesuatunya untuk mendirikan Perguruan.
Dasar-dasar perguruan Kauman yang dirancang oleh Mohammad  Barie lrsjad, Mohammad Rustam Djundab dan Mohammad Djakfal Kusuma menentukan nama Tapak Suci. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab. Do’a dan lkrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh Mohammad  Fahmie Ishom, lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Suja’, lambang Regu Inti “Kosegu” diciptakan Adjib Hamzah. Sedang bentuk dan warna pakaian dibuat o!eh Mohammad Zundar Wiesman dan Anis Susanto.
Maka pada tanggal 31 Juli 1963 lahirlah Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci 

6. Phasadja Mataram


 Phasadja Mataram didirikan oleh KRT Tardjo Nagoro, di Yogyakarta pada tahun brape ane kurang ngeh... pada tahun 1943 pak Tardjo bersama Ndoro Hari (perpi Harimurti), Alip (SH yogyakarta) dan Pak Suwignyo (Persatuan Hati... nah ini tempat ane beguru) mendirikan Gapema - Gabungan Pencak Mataram dg missi mengembangkan pencak silat di lingkungan wilayah kesultanan Yogyakarta.

Perguruan ini berpusat di Jl Gayam... tuh nyang seberangnye Radio Geronimo, ade gang kecil ke utara. Deket rumah eyang ane bro, jadi aye tauk . Walopun merupakan salah satu perguruan historis tapi perguruan ini hampir tidak pernah ikut serta dalam kejuaraan yang diselenggarakan IPSI (selama aye bekutat di IPSI DIY th 1990 - 1997, perguruan ini gak pernah ikut sekalipun!!) Hal ini dikarenakan dalam pelatihan sehari-harinya hanya mengajarkan beladiri murni, ya .... kalo dibilang teknik thek-sek semuenye. Kagak ade nyang namenye cari point.Sangat tradisional jadinye. Ada lagi nih... perguruan enih sangat daripada khususnye karena hanya menerima murid laki-laki dan muslim. Jangan harap ade selebaran atau pengumuman pendaftaran dari ni perguruan.... penjaringan anggota baru hanya lewat gethok tular dan credential letter dari anggota.

7.  Perpi Harimurti

PerPI Harimurti (Perguruan Pencak Silat Harimurti) / PerPi Mataram Adalah Salah Satu dari 10 Perguruan silat Pendiri IPSI..
PerPI Harimurti Sendiri DIdirikan Oleh Sukowinadi belajar Kepada RM. Harimurti yang masih saudara Kesultanan Ngayogyakarta pada tanggal 23 Oktober 1932..

PerPi Harimurti Pada Perkembangannya Banyak Mengikuti dan ditunjuk Untuk Menghadiri Even-event yang diadakan di Yogya maupun di Luar Yogya..

Sedangkan PerPI Mataram Sendiri Adalah Perguruan Silat PerPI Haimurti yang Berada di Negara Austria, Dengan ini maka kita bangga Pencak Silat PerPI Harimurti Telah GO International, untuk melestarikan Budaya Bangsa Indonesia



Tingkatan Dari PerPI Harimurti Sendiri Dibagi Menjadi 2
Tingkatan Latihan Fisik & TIngkatan Latihan Spiritual

- Tingkatan Latihan Fisik:
Latihan yang Ditujukan Pada Murid Perguruan Dari Mulai Sabuk Merah S/d Sabuk Biru..
Pada Tingkatan Ini mempelajari latihan fisik yang giat dan Tekun dengan Pernapasan tanpa dicampuri Kekuatan Spiritual

-Tingkatan Sabuk latihan Spiritual:
Latihan Yang ditujukan Kepada Orang Mulai Sabuk Biru muda S/d Sabuk Putih ..
digunakan untuk anggota yang sudah lemah dalam hal fisik sehingga Butuh mempelajari Ilmu-ilmu Spiritual

Arti Lambang PerPI Harimurti
Lambang PerPI Harimurti Sendiri Memiliki Arti yang mendalam Yang berbeda dari perguruan lain..
Lambang Tersebut Menunjukan 4 Unsur Kehidupan Manusia (Air,Tanah,Api Dan Angin.)

Lambang Ombak Pada Lambang (Air): Menujukan Ketenangan dan Keikhlasan tetapi Juga dapat Memberi Kekuatan yang Besar (Tsunami)
Lambang Matahari Pada Lambang (Api): Melambangkan Semangat dan Keberanian

Lambang Layar Pada Lambang (Angin): Melambangkan Flexibel dan Mudah

Perahu Tanah Pada Lambang (Tanah): Melambangkan Keteguhan dan Keadilan


 8. Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)




Lambang Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Pencak silat merupakan olahraga seni beladiri yang berasal dari bangsa Melayu, termasuk Indonesia. Jumlah perguruan pencak silat sangat banyak, berdasarkan catatan PB IPSI sampai dengan tahun 1993 telah mencapai 840 perguruan pencak silat di Indonesia. Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). IPSI didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, Jawa Tengah.

Upaya untuk mempersatukan pencak silat sebetulnya sudah dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1922 di Segalaherang, Subang, Jawa Barat, didirikan Perhimpunan Pencak Silat Indonesia untuk menggabungkan aliran pencak Jawa Barat yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Pada masa pendudukan Jepang, Presiden Soekarno pernah menjadi pelindungnya.
Upaya serupa juga diadakan di Yogyakarta. Pada tahun 1943, beberapa pendekar pencak silat, yaitu R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram, Mohamad Djoemali dari Taman Siswa, RM Harimurti dari Krisnamurti, Abdullah dari Pencak Kesehatan, R Soekirman dari Rukun Kasarasaning Badan, Alip Purwowarso dari Setia Hati Organisasi, Suwarno dari Setia Hati Terate, R Mangkupujono dari Persatuan Hati dan RM Sunardi Suryodiprojo dari Reti Ati, mendirikan organisasi yang bernama Gapema (Gabungan Pencak Mataram) untuk bersama-sama menggalang pencak silat yang tumbuh di Kesultanan Yogyakarta. Gapema ini merupakan sebuah batalyon yang seluruh anggotanya adalah pesilat dan turut berjuang dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada tahun 1947, di Yogyakarta juga berdiri satu organisasi bernama Gapensi (Gabungan Pentjak Seluruh Indonesia) yang bertujuan mempersatukan aliran pencak silat di seluruh Indonesia. Gapensi didirikan oleh Mohamad Djoemali dari Taman Siswa bersama beberapa tokoh pencak silat, yaitu RM Soebandiman Dirdjoatmodjo dari Perisai Diri, Ki Widji Hartani dari Prisai Sakti Mataram, R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram dan Widjaja.

9.  PPS Putra Betawi

Persatuan pencak silat putra betawi terdiri dari beberapa perguruan diantaranya :


Asal-usul ini telah direvisi susai dengan yang diceritakan oleh guru besar SILAT BEKSI kong Nur Abdul Malik.

Terdapatlah seorang Tionghoa peternak yang tinggal di daerah dadap Tangerang ( sekarang yang dikenal dengan cina benteng) bernama Lie Ceng Oek. sebenarnya keluarga Lie sendiri tidak mempunyai atau mewarisi beladiri apapun dari negeri asalanya. cerita disingkat sampai lie sedang berteduh di sebuah gua di daerah tersebut setelah selesai mengangon ternak peliharaannya ketika kala itu terjadi hujan. 

Saat berteduh lie, mendapat panggilan untuk masuk ke dalam gua tersebut,. di dalam gua lie ceng oek bertemu dengan sosok tinggi yang disebut oleh orang betawi ki idan/ ki jidan. Mulai dari situlah lie ceng oek belajar silat (meski tidak diceritakan bagaimana mulanya). setelah tamat belajar beladiri, lie ceng oek mulai membangun reputasinya di dunia persilatan yang kala itu di daerah tersebut masih banyak para pendekar dan centeng terkenal.

Nama Lie Ceng oek pun akhirnya terdengar ke seantero batavia, terlebih ketika dia berhasil menjadi seorang saudagar kaya dierahnya. Hinnga akhirnya bertemulah lie dengan Gozalih yang kala itu, diklaim sebagai pendekar silat terkenal dari salah satu aliran di betawi. kong Gozalih sendiri akhirnya belajar bie sie ( nama yang diberikan lie ceng oek kala itu) setelah ia dikalahkan oleh ceng oek. seiring dengan hal itu, kemudian juga masuk nama-nama besar yang hingga kemudian dikenal sebagai guru dari tiga guru besar BEKSI yaitu, kyai Marhali.

Nama Bie Sie sendiri akhirnya berubah menjadi BEKSI atas logat masyarakat betawi kala itu, yang berarti pertahan empat penjuru. dari kyai Marhali sendir yang akhirnya terakhir kali bertempat di daerah Benda, Tangerang, mempunyai sejumlah murid yang tiga diantaranya menjadi guru besar dan akhirnya membawa nama beksi hingga dikenal seantero jakarta.
 Lebih lanjut BEKSI lebih dikenal dari daerah petukangan jakarta selatan dikarenakan, disitulah awal mula ketiga guru besar mengembangkan silat beksi. sementar aperguruan beksi yang berasaa darimurid kyai Marhali lainnya masih tersebar di daerah pelosok tangerang hingga cengkareng jakarta barat, yang hingga saat ini masih diajarkan secara turun temurun.

Lebih lanjut inilah para tokohnya berdasarkan generasi :

Generasi I      : Ki Jidan (Ki Iban)
Generasi II     : Ki Lie Cengk Ok, Ki Tempang, Ki Muna, Ki Dalang Ji’ah
Generasi III    : Kong Marhali, Kong Godjalih
Generasi IV    : Kong H Hasbullah, Kong HM Nur, Kong Simin, Minggu, Salam Kalut, H Mansyur, Muhammad Bopeng
Generasi V     : Tonganih, Dimroh, HM Yusuf, HM Nuh, Sidik, H Namat, H Syahro, Mandor Simin, Umar
Generasi VI    : H Machtum, Tong tirih, H Dani, Udin Sakor, Soleh, Tholib/syaiful, dll
Generasi VII   : Abdul Aziz, Abdul Malik, HA Yani, Mftah, Nasrullah, dll

Selain itu ada beberapa nama yang belum disebutkan dari para murid Kyai Marhali lainnya, dan penerusnya hingga kini seperti Lie Jie Tong dan Nona Loen sebagai pewaris permainan senjata atau golok.

Dan adapun nama- nama jurus di perguruan Beksi kong Nur Petukangan adalah :

1.  Jurus Beksi
2.  Jurus Gedig
3.  Jurus Tancep
4.  Jurus Ganden
5.  Jurus Bandut/bandul
6.  Jurus Broneng
7.  Jurus Tingkes
8.  Jurus timpug
9.  Jurus Kebut
10. Jurus Tiga
11. Jurus Galang Tiga
12. Jurus Galang Lima

Tokoh aliran silat Sabeni, Zul Bachtiar, mengatakan bahwa aliran silat Sabeni ini memang tak setenar ilmu silat lain yang ada di Betawi. Sebab, saat ini hanya satu perguruan atau padepokan silat Sabeni yang masih tersisa di Tanah Abang. Itu pun hanya beranggotakan tak lebih dari 30 orang.
“Dulu ada beberapa perguruan, itu pun diasuh oleh cucu-cucu H Sabeni, yakni Ramdhan) Mustofa dan Taufik. Tapi sekarang cuma saya, yang lain udah pada bubar,” kata salah satu cucu H Sabeni ini. 
Zul menjelaskan aliran silat ini lahir pada awal abad ke-20. Pencipta aliran ini adalah H Sabeni yang merupakanjago silat Betawi dari Tanah Abang, dekat dengan pasar Kambing. “Haji Sabeni mendapatkan ilmu silat dari dua orang berbeda, yakni H Suud dan H Mail, keduanya tokoh Tanahabang,” katanya.
Ciri khas silat Sabeni adalah serangan pukulan dengan sontokon pada bagian punggung telapak tangan. Tak hanya itu, kuda-kuda aliran Sabeni pun lebih rendah antara kaki satu dan lainnya yang sedikit merapat.
Di silat Sabeni ada LS jurus dasar yang terdiri atas jurus dasar 1 hingga jurus dasar 15. Keseluruhan jurus dasar yang ada, lanjut Zul Bachtiar, terfokus padapenyerangan. “Kaga ada istilah nunggu diserang lawan, tapi kityang dahulu memulai serangan terhadap lawan,” kata pria yang kini bermukim di Bogor dengan logat Betawinya yang masih kental.
Zul menuturkan, minimnya penerus ajaran silat Sabeni karena kurangnya minat dari generasi muda Betawi. Seni bela diri silat ini, lanjut Zul, kalah pamor dengan jenis bela diri lain dari luar daerah atau pun luar negeri. “Usaha saya untuk terus mengajarkan ini juga, sebagai upaya pelestarian kesenian silat,” ujarnya.
Padahal, katanya, Ilmu silat ini pernah tenar sekitar tahun 1940-an saat H Sabeni mengalahkan jagoan karate dan jagoan sumo asal Jepang dengan mudah. Akhirnya banyak warga yang berguru ke H Sabeni. Karena kesohorannya, nama H Sabeni diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Tanah Abang, h Sabeni wafat pada 1945 dan dimakamkan di Gang Kubur, Tanah Abang, berdekatan dengan rumahnya. Namun beberapa tahun kemudian, makamnya dipindahkan ke TPU Karet Bivak, Tanah Abang. Nggak ade yang tersisa dari H Sabeni, hanya sebuah makam yang terletak di Karet Bivak,” kata Zul.
10. KPS Nusantara
Hasil gambar untuk sejarah KPS Nusantara
 Keluarga Pencak Silat Nusantara didirikan pada tanggal 28 Juli 1968 oleh “Tiga Serangkai” ; Bapak Moh. Hadimulyo, BSc, Dr. Moh. Djoko Waspodo dan dr. Rachmadi Djoko Suwigyo. Kelahiran KPS Nusantara merupakan sebuah reformasi dan inovasi dari generasi muda yang merasa prihatin melihat perkembangan Pencak Silat saat itu dan ingin berbuat sesuatu untuk memajukan Pencak Silat.

Terpanggil oleh keadaan semacam ini, mereka bertiga memutuskan untuk mengadakan penelitian, pengkajian dan studi banding melalui studi group yang didirikan, yakni ; “Studi Group Pencak Silat Nusantara”. Tujuannya jelas untuk mencari upaya agar pencak silat berkembang.

Melalui masa yang cukup panjang, akhirnya diputuskan untuk memulai pembaharuan antara lain berupa :

* Memisahkan secara tegas pembinaan pencak silat “Gerak” dan “Aspek dalam”
* Mengubah metoda latihan tradisional menjadi metoda latihan yang sistimatis, jelas materi latihan, kurikulum dan tahapan belajarnya . Diadakan tes dan evaluasi secara teratur serta diberikan atribut yang tampak jelas dari luar bagi tiap tahapan belajar.
* Mempelopori adanya pertandingan pencak silat olah raga.
* Menyelenggarakan peragaan-peragaan yang atraktif.
* Membantu PB IPSI membenahi sisi organisasi.

Langkah pembaharuan yang disusul dengan langkah uji coba ini segera membuahkan hasil. Kelompok studi ini makin membesar dan melalui berbagai pertandingan pencak silat, prestasi kelompok ini segera mencuat. Bahkan metoda latihan yang dipakai untuk menyiapkan pesilat dalam menghadapi sebuah kejuaraan menjadi contoh untuk perguruan lain.

Hal inilah yang membuat kelompok ini pada Musyawarah Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia di tahun 1973 diakui sebagai salah satu diantara 10 (Sepuluh) Top Organisasi Pencak Silat sekarang disebut Perguruan Historis. Akibatnya kelompok studi harus mengubah dirinya menjadi : “Keluarga Pencak Silat Nusantara” tangal 28 Juli 1973.

Untuk melestarikan hasil karya yang besar para Pendiri Perguruan KPS Nusantara tersebut serta untuk penyempurnaan dimasa kini maupun dimasa mendatang, maka perlu adanya suatu pedoman baik dibidang tehnik maupun organisasi sebagai acuan bagi generus penerus.

Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia. Dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia, Pencak Silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himmpunan mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur. Hanya secara turun temurun dan bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah pembelaan diri inti dituturkan. Sifat-sifat ketertutupan karena dibentuk oleh zaman penjajahan di masa lalu merupakan hambatan pengembangan di mana kini kita yang menuntut keterbukaan dan pemassalan yang lebih luas.
Pencak Silat sebagai budaya Nasional bangsa Indonesia mempunyai banyak ragam khas maisng-masing daerah, jumlah perguruan/aliran di segenap penjuru tanah air ini diperkirakan sebanyak 820 perguruan/aliran.

Oleh karena itu dirasakan perlu adanya pembinaan yang sistimatis untuk melestarikan warisan nenek moyang kita. Terlebih-lebih setelah Kungfu masuk IPSI, atas anjuran Pemerintah berdasarkan pertimbangan lebih baik Kungfu berada di dalam IPSI sehingga lebih mudah dalam mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadapnya, sekaligus menasionalisasikan.

Standarisasi yang telah dirintis pembuatannya, hanyalah untuk jurus dasar bagi keperluan khusus olahraga dan bela diri. Sedangkan pengembangannya telah diserahkan kepad setiap perguruan yang ada. Sistem pembinaan yang dipakai oleh IPSI ialah setiap aspek yang ada dijadikan jalur pembinaan, sehingga jalur pembinaan Pencak Silat meliputi :

1. Jalur pembinaan seni
2. Jalur pembinaan olahraga
3. Jalur pembinaan bela diri
4. Jalur pembinaan kebatinan

Keempat jalur ini diolah, dengan saringan dan mesin sosial budaya, yaitu Pancasila.

Walaupun unsur-unsur serta aspek-aspeknya yang terdapat dalam Pencak Silat tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi pembinaan pada jalur-jalur masing-masing dapat dilakukan. Di tinjau dari segi olahraga kiranya Pencak Silat mempunyai unsur yang dalam batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha dapat memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Gerakan Pencak Silat dapat dilakukan oleh laki-laki atau wanita, anak-anak maupun orang tua/dewasa, secara perorangan/kelompok.

Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada Pencak Silat sebagai olahraga umum dibagi dalam intensitasnya menjadi
a. Olahraga rekreasi
b. Olahraga prestasi
c. Olahraga massal
Pada seminar Pencak Silat di Tugu, Bogor tahun 1973, Pemerintah bersama para pembina olahraga dan Pencak Silat telah membahas dan menyimpulkan makalah-makalah :

1. Penetapan istilah yang dipergunakan untuk Pencak Silat
2. Pemasukan Pencak Silat sebagai kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan
3. Metode mengajar Pencak Silat di sekolah
4. Pengadaan tenaga pembina/guru Pencak Silat untuk sekolah-sekolah
5. Pembinaan organisasi guru-guru Pencak Silat dan kegiatan Pencak Silat di lingkungan sekolah
6. Menanamkan dan menggalang kegemaran serta memassalkan Pencak Silat di kalangan pelajar/mahasiswa